teks jalan

Bersama Rakyat TNI Kuat....

Monday, January 29, 2018

KALABABINSA KEL. KRATONAN MENGHADIRI BEDAH SELISIK BUKU SERAT TIDHA KI RONGGO WARSITO

Surakarta, Barangkali saat ini kita telah mengalami Situasi dan kondisi masyarakat yang disebut dengan “jaman edan”. Situasi yang dirasakan oleh kebanyakan orang sebagai Situasi yang tidak menentu, penuh kecemasan dan ketidak pastian. Di jaman edan, moral tidak dipentingkan lagi. Tidak ada persahabatan dan tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan. Kawan bisa menjadi lawan, 
dan yang tadinya lawan bisa menjadi kawan asalkan menguntungkan. Syahwat dibiarkan tanpa kendali. 

Jaman edan Keadaan itu sudah ditulis oleh Rangga Warsita puluhan tahun yang lalu dalam sebuah syair 
yang dikenal dengan Serat Kalatidha.Serat Kalatidha adalah sebuah karya sastra Iawas karangan Rangga Warsita, yang ditulis sekitar tahun 1860 Masehi. Rangga Warsita adalah pujangga terakhir dari kasunanan/kerajaan Surakarta. 

Terkait  buku *Serat kalatidha* tersebut maka pada hari sabtu tanggal 27 Januari 2018 pukul 18.00. Babinsa kel. Kratonan Ramil 03 Serengan Kodim 0735 Surakarta Serka Yudi widianto menghadiri dan mengikuti bedah/ selisik buku serat kalatidha karangan Ki Ronggowarsito. Bertempat di rumah budaya Kratonan jl. Menduro no 6 Kratonan. Dengan pembicara Bpk. Drs. Bambang Ikwanto.Mpd. Dosen Universitas Veteran.

Dalam penjelasannya Drs Bambang Ikwanto menjelaskan bahwa buku Serat Kaltidha berisi gambaran tentang jaman edan, dimana di dalamnya tergambar situasi  orang kaya makin kaya, sementara orang miskin semakin sulit untuk memperoleh kehidupan. Ingin mendapat pekerjaan apalagi jabatan harus menyuap. Maka hanya orang-orang kayalah yang akhirnya mudah mendapatkan pekerjaan dan jabatan. Sementara orang-orang miskin semakin terpinggirkan. Itulah konsekuensi logis dari sistem liberalisme dan kapitalisme. Orang kaya mengeksploitasi orang miskin. 

Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa Di jaman edan, korupsi ada dimana-mana. Korupsi justru dilakukan oleh orang yang sudah kaya. Mereka terus menerus menguras uang negara. hartanya sudah bertumpuk namun masih saja merasa kurang dan kurang. Tanpa peduli dengan penderitaan orang rniskin. Keserakahan telah menutupi hati nuraninya. Empati dan kepedulian sudah luntur dari qalbunya.

Kalatidha merupakan sebuah syair yang sangat  termashur. Ketenaran Serat Kalatidha juga mencapai kota Leiden, Belanda. Di sana petikan dari Serat Kalatidha dilukis di tembok sebuah museum. Serat Kalatidha bukanlah ramalan seperti Iangka Iayabaya. Serat Kalatidha adalah sebuah syair yang terdiri dari 12 bait, berisi falsafah atau ajaran hidup Ranggawarsita. “Kala” berarti "jaman" dan “tidha” adalah ”ragu". Kalatidha berarti jaman penuh keraguan. Walau demikian banyak yang memberi pengertian “Kalatidha adalah jaman edan” 

Menurut Drs. Bambang Ikwanto, orang hanya apal serat kalatidha pada bait ke tujuh. Namun Kebanyakan orang hapal bait ketujuh ini secara tidak lengkap. ”Amenangi zaman édan; Mélu ngédan nora tahan; Yén tan mélu anglakoni boya kéduman; Begjabegjam‘ng kang édan; Luwih begja kang éling klawan waspada", artinya "Berada pada zaman édan; Kalau ikut édan tidak akan tahan; Tapi kalau tidak ngikuti édan tidak kebagian; Sebahagia-bahagianya orang yang édan; Akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada." Bait ke-tujuh serat ini menggambarkan situasi “edan” saat itu dan ajakan untuk mawas diri. Makna dari bait ke tujuh adalah sebagai berikut: Mengalami hidup pada jaman edan; memang serba repot; Mau ikut ngedan hati tidak sampai; Kalau tidak mengikuti; Tidak kebagian apa-apa; akhirnya malah kelaparan; namun sudah menjadi kehendak Allah; Bagaimanapun beruntungnya orang yang “edan”' Masih lebih beruntung orang yang “ingat” dan . “waspada” . pungkasnya.
(Pendim 0735 Surakarta)

No comments:

Post a Comment